Melihat potensi zakat yang sedemikian besar, maka sudah selayaknya zakat dapat digunakan sebagai instrumen pembangunan sektor perekonomian umat. Karena, sejatinya pembangunan Nasional tidak dapat mengandalkan pusat semata, melainkan peran serta berbagai pihak salah satunya umat Islam itu sendiri.
Berdasarkan data SUSENAS, data anak putus sekolah berjumlah 7,5 juta dan gizi buruk balita 27,5%. Sedangkan menurut UNICEF, catatan anak gizi buruk sebanyak 40% dan busung lapar sebanyak 8% dari 1,6 juta penduduk dunia. Kondisi ini sungguh menjadi ironi serta potret kemiskinan secara struktural bagi kita semua, terlebih kemiskinan yang terjadi saat ini sangat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat.
Kelebihan Sistem Zakat dalam Pembangunan Ekonomi
Di tengah problematika kehidupan yang kita hadapi pada sektor perekonomian saat ini, zakat muncul sebagai instrumen solutif dan berkesinambungan. Pasalnya, melalui zakat pembangunan pada sektor perekonomian dan pengentasan kemiskinan umat memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan instrumen fiskal konvensional. Pertama, dalam konsep zakat sudah ditentukan secara jelas yang termaktub dalam surat At Taubah: 60, dimana zakat hanya diperuntukan bagi 8 golongan saja.
Kedua, zakat memiliki persentase yang tetap dan tidak akan pernah berubah karena sudah diatur dalam syariat agama Islam. Oleh karena itu, zakat tidak akan pernah mengganggu insentif investasi dan akan menciptakan transparansi dalam kebijakan public. Ketiga, zakat memiliki persentase berbeda dan mengizinkan keringan bagi usaha yang sedang mengalami tingkat kesulitan produksi.
Karakteristik inilah yang membuat zakat memiliki sifat market friendly (bersahabat dengan pasar) sehingga tidak akan mengganggu iklim usaha. Keempat, zakat pada basis yang luas mencakup berbagai aktivitas perekonomian meliputi, pertanian, hewan peliharaan, aktivitas perniagaan hingga simpanan emas.
Kelima, zakat merupakan pajak spiritual yang wajib dibayar oleh setiap muslim dalam kondisi apapun, oleh karenanya penerimaan zakat memiliki kecenderungan yang stabil. Dimana, melalui hal itu, akan menjamin keberlangsungan program pengentasan kemiskinan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Keenam, zakat sebagai instrumen memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Pasalnya, dalam zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor melainkan mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita.
Ketujuh, dari sudut pandang pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan instrumen jitu dalam proses pemerataan pendapatan. Melalui penyaluran zakat serta sistem pengelolaan yang baik kemungkinan pembangunan ekonomi umat serta pemerataan pendapatan akan terwujud. Hal tersebut, senada dengan pendapat Monzer Kahf yang menyatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter.