Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِتَرْكِ الْمَنَاهِيْ وَفِعْلِ الطَّاعَاتِ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَآبِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Hadirin Jamaah Jumat yang Allah Muliakan
Pertama pada kesempatan yang penuh dengan keberkahan ini marilah kita melakukan instrospeksi atas apa yang telah kita lakukan selama hidup. Pastinya, sejauh mana kualitas ketaqwaan yang kita miliki terhadap Allah SWT, agar kita berbenah dalam meningkatkan kepatuhan kita terhadap Allah SWT. Dengan mengikuti apa yang telah diperintahkan kepada kita dan menjauhi segala laranganya.
Hadirin yang Berbahagia
Salah satu perintah penting yang terdapat dalam ajaran Islam adalah tentang perintah amar ma’ruf nahi mungkar. Dimana, perintah tersebut merupakan ciri utama dari umat terbaik yang diabadikan dalam surat Ali Imran ayat 110. Secara bahasa kata amar ma’ruf nahi munkar sebenarnya berasal dari kata al amar bil ma’ruf yang memiliki arti memerintah atau menyerukan kepada suatu hal yang baik.
Sedangkan, an nahyu anil munkar memiliki arti melarang atau mencegah perbuatan yang munkar. Anjuran terhadap perilaku amar ma’ruf nahi mungkar tersebut dapat kita lihat secara saksama dalam surat Ali Imran ayat 104, yang berbunyi:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Dalam ayat tersebut cukup jelas bahwa perintah amar ma’ruf nahi mungkar wajib hukumnya. Bahkan, bagi siapa saja yang dapat menjalankan perintah tersebut termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Menurut Syekh Trhanthawi dalam tafsirnya Al Wasith memberikan penjelasan bahwa anjuran tersebut hanya dibebankan kepada orang tertentu.
Dimana, status hukumnya adalah fardhu kifayah atau kewajiban kolektif, bukan fardhu ain atau kewajiban perorangan. Hal tersebut, dapat kita lihat bersama melalui lafaz minkum yang memiliki arti sebagian kalian dalam surat Ali Imran ayat 104. Lantas siapa yang layak untuk menunaikan perintah amar ma’ruf nahi munkar tersebut?
Syekh Thanthawi menjelasakan bahwa yang layak untuk menunaikan perintah tersebut adalah mereka yang memiliki kapasitas nalar Qudrah Aqliyah, Qudrah Ilmiyah, Qudrah Nafsiyyah, serta Qudrah Khuluqiyah. Maka, dari situ dapat disimpulkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar mestinya dijalankan dengan dasar pengetahuan yang cukup serta dilaksanakan oleh mereka yang faham tahapan dan strateginya.
Jamaah Sholat Jumat yang Dimuliakan Oleh Allah
Sederhananya, amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang perlu dilaksanakan, akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana dijelaskan diatas. Setidaknya terdapat 5 syarat utama yang menjadi batasan dan tentunya perlu untuk diperhatikan, antara lain adalah:
Pertama, perlaksanaan amar ma’ruf nahi munkar sangat menekankan perlunya memperhatikan aspek otoritas. Dimana, dalam tingkatan tertentu amar ma’ruf nahi munkar ini hanya boleh dilaksanakan oleh Negara bukan masyarakat sipil. Misalnya, dalam penggusuran, perampasan asset, pemaksaan atau tindakalan kekerasan lainnya hanya boleh dilaksanakan oleh pihak yang berwajib berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Kedua, dalam pelaksanaanya amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh dilaksanakan berdasarkan pada hawa nafsu semata. Oleh karena itulah, mngepa terdapat persyaratan psikologi dan mental bagi mereka yang akan amar ma’ruf nahi munkar. Agar natinya, tidak yang dilakukan benar-benar atas landasan ilmu dan argumentasi yang dibenarkan, bukan atas dasar kebencian atau dendam kesumat.
Ketiga, alangkah baiknya jika sebelum melaksanakan amar ma’ruf terhadap orang lain, untuk melaksanakan terlebih dahulu kepada diri sendiri. Hal ini cukup penting untuk memastikan reputasi orang tersebut terjaga sekaligus menjadi sarana agar tindakanya nanti tidak semena-mena. Prinsip ini merupakan sesuatu hal yang selaras dengan najuran agama Islam tentang bermuhasabah (introspeksi diri).
Karena, nantinya setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia di alam dunia ini akan dipertanggungjawabkan kelak di yaumul akhir. Selain itu, batasan tersebut juga menjadi sarana agar tidak sok suci atau benar sendiri dan gampang merendahkan orang lain. Hal ini dapat dilihat melalui firman Allah berikut ini:
فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Artinya: “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS An-Najm: 32)
Keempat, dalam pelaksanaanya amar ma’ruf nahi munkar ini harus diterapkan secara bertahap dan sustainable atau berkelanjutan. Dimana, pelaksanaanya dimulai dari tahapan paling ringan terlebih dahulu, baru setelah itu menuju yang agak berat dan seterunya. Sebagai contoh misalnya, dimulai dengan mengingatkan dan memberi nasehat terlebih dahulu sebelum nantiakhirnya mengambil langkah yang lebih tegas.
Kelima, dalam pelaksanaanya jangan sampai tindakan amar ma’ruf nantinya akan menimbulkan mudarat yang lebih besar, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Nah, disinilah seringkali orang terjebak, yakni ketika tindakan yang dilakukan menimbulkan efek samping pada orang lain dan merusak nilai ibadah itu sendiri.
Niat dalam dirinya adalah untuk ber amar ma’ruf nahi munkar tetapi pada kenyataanya malah menciptakan kemungkaran baru. Sebagai contoh tindakan amar ma’rufnya menggunakan kata-kata kotor, berbuat anarkis, merusak fasilitas dan lain sebagainya. Sayyid Abdullah B’alawi Al Haddad dalam An Nasha’ihud Diniyyah wal Washayal Imaniyyah mengingatkan pada kita semua bahwa:
وَمِنْ أَهَمِّ الْاٰدَابِ وَاٰكِدِهَا عَلَى مَنْ أَمَرَ بِمَعْرُوْف أَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ مُجَانَبَةُ الْكِبْرِ وَالتَّعْنِيْفِ وَالتَّعْيِيْرِ وَالشَّمَاتَةِ بِأَهْلِ الْمَعَاصِي
Artinya: “Etika terpenting dan terkuat perihal amar makruf dan nahi mungkar adalah menjauhi kesombongan, kekerasan, hinaan, dan cacian terhadap orang yang bermaksiat.”
Menurut beliau perilaku amar ma’ruf nahi munkar yang dilaksanakan dengan iringan perilaku tercela nantinya hanya akan merontokan pahala dan akan mendatangkan siksa. Bukan kesuksesan dakwah bersikap acuh tak acuh atau bahkan menolak kebenaran yang sesungguhnya.
Hadirin yang Berbahagian
Amar ma’ruf nahi munkar memang menjadi salah satu perilaku yang mulia dan Allah menganjurkan hal tersebut dalam kitab Suci Al Qur’an. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa dalam perilaku amar ma’ruf tersebut harus memperhatikan batasan-batasan, agar nantinya tidak menimbulkan sesuatu hal yang buruk. Semoga kita semua yang hadir dalam sholat Jumat ini bisa istiqomah dalam menjalankan amar ma’ruf nahi unkar menurut kemampuan dan batasan yang benar.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلَآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ